BANDUNG – Sentra industri batik di Trusmi Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Jabar) dan sentra batik didaerah lainnya di Jabar memiliki permasalahan yang sama, yakni sulitnya melakukan regenerasi perajin batik.
Seperti misalnya di kawasan batik Trusmi, perajin batik tulis atau batik cap didominasi oleh penduduk berusia sudah tua bahkan lanjut usia. Masalahnya adalah anak-anak mereka enggan untuk bekerja membuat batik karena penghasilannya rendah dan tempat kerjanya tidak seenak bekerja di pertokoan.
Solihin, salah satu pengawas pada rumah produksi di kawasan Trusmi mengakui hal ini. Menurutnya anak-anak perajin batik lebih memilih untuk bekerja di tempat yang bagus bukan di gudang membuat batik tulis.
“Kalau disini, hawanya panas, beda kalau kerja di mall atau toko baju, pakai AC. Tentunya ini mengkhawatirkan, sebab usia perajin batik sudah semakin lanjut, perlu regenerasi,” kata dia saat ditemui Tim Jabarprov.go.id, Rabu (14/3).
Ia mengatakan untuk bahan baku pembuatan batik, seperti kain dan bahan kimia sebagai pewarna atau lilin mudah didapat. Bahkan meski harus mengimpor dari Eropa, kebutuhan barang produksi bisa diperoleh dengan mudah.
Rata-rata perajin batik memang hanya berpendidikan maksimal SMP. Mereka bekerja berdasarkan jumlah lembar kain yang berhasil dibuat atau kerja borongan atau kerja harian untuk mengerjakan batik tulis.
Kini pekerja batik pun tidak terlalu banyak yang membatik di ruang produksi batik trusmi. Sebagian malahan dibawa pulang kerumah dan hanya disetorkan setelah pembuatan batik selesai.
“Kalau hasilnya bagus kita terima, kalau jelek ya ditolak, sebab kualitas Trusmi harus tetap dijaga,” tuturnya. jo
Tweet |
![]() |