PORTALJABAR, KOTA BANDUNG - Kota Bandung masih berstatus darurat sampah hingga 25 Oktober 2023. Untuk mengefektifkan sisa waktu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung telah melakukan serangkaian upaya untuk mengurangi sampah.
Dalam rapat koordinasi bersama Satgas Darurat Sampah, Pj Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono menyampaikan, penanganan sampah bukan hanya tugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK). Namun, seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) memiliki tugas tambahan ini.
“Satgas Sampah ini sudah melibatkan banyak instansi. Sebab darurat sampah bukan persoalan DLHK saja. Semua punya tugas tambahan ini di samping tupoksi masing-masing,” ujar Bambang, Jumat (13/10/2023).
Salah satu inovasi penanganan sampah yang akan dijalankan mulai pekan depan adalah sistem pelaporan menggunakan Bandung Waste Management (BWM).
"Ini mulai aktif 16 Oktober mendatang. Ada tim ahli yang juga membuat kerangka agar aplikasi ini lebih sepadan," ungkapnya.
Ia menambahkan, perluasan masa darurat sampah bisa saja dilakukan asalkan Pemkot Bandung memiliki kajian ilmiahnya.
"Saya setuju kedaruratan ini diperpanjang. Tapi harus ada kajian ilmiahnya. Kita ingin mengambil sebuah kebijakan yang didukung oleh ilmiah. Saya juga sudah koordinasi dengan DLH Provinsi Jabar untuk menambah kuota sampah Kota Bandung," ucapnya.
Ketua Harian Satgas Darurat Sampah Kota Bandung, Ema Sumarna menyebutkan, perubahan perilaku masyarakat termasuk para ASN Kota Bandung sudah berjalan cukup masif untuk mengurangi sampah di Kota Bandung.
"Di Pemkot Bandung sudah tidak ada lagi sampah yang dibawa ke luar. Di Taman Dewi Sartika ada proses kompos. Pupuknya dijadikan untuk pemeliharaan taman di Balai Kota. Jika sudah terlalu banyak, bisa didistribusikan ke masyarakat yang membutuhkan," ungkapnya.
Termasuk sampah anorganik pun sudah dipilah masuk ke bank sampah dan para pengepul. Ia berharap, langkah ini bisa menjadi contoh keteladanan kepada masyarakat.
Ia mengatakan, apapun skema pengolahan sampah, harap disesuaikan dengan wilayah masing-masing.
“Sampahnya harus selesai, jangan dibuang ke TPS. Untuk pengolahan anorganik, mereka bekerja sama dengan para pemulung,” ujarnya.
Ema menambahkan, seluruh OPD ditugaskan untuk bergerak di bidangnya dalam menyelesaikan masalah sampah. Seperti Dinas Pendidikan, diberikan tugas tambahan untuk bertanggung jawab melahirkan kawasan bebas sampah (KBS) di SD hingga perguruan tinggi.
"Ini bukan berbicara kewenangan, tapi ini mengenai kewilayahan. Lalu di Dinas Kesehatan, kami sudah mengumpulkan semua direktur rumah sakit (RS) Immanuel untuk sepakat siap mengolah sampah. Sampah di RS akan selesai di RS," tuturnya.
Lalu, Dinas Perdagangan dan Perindustrian akan memerintahkan 22 mal dan toko modern untuk ikut menyelesaikan sampah di toko masing-masing.
"Contoh terbaik di PVJ. Setiap hari mereka memproduksi 5 ton sampah. 90 persen sampah organik. Itu semua selesai, pake maggot. Tugas Disdagin mengembangkan ke mal lainnya melalui Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI)," ungkapnya.
Termasuk hotel, restoran, tempat ibadah, dan para PKL juga harus ikut mengolah sampah masing-masing.
Selain itu, Ema menegaskan, para camat dan lurah juga terus masif mengedukasi masyarakat untuk mewujudkan KBS di wilayah masing-masing.
Sampai 12 Oktober 2023, ada 7.049 ritase atau 29.000 ton sampah yang masih tertahan. Sedangkan ritase kita sangat terbatas. Kalau Kota Bandung bisa mengirim sampah 200 rit per hari ke Sarimukti, berarti kita butuh 35 hari untuk menyelesaikan darurat sampah ini. Kita minta tambahan kuota ritase ke Sarimukti supaya sampah ini segera teratasi," katanya.
Ia juga memaparkan, hasil rekapitulasi pengukuran penimbangan sampah, jumlah sampah organik yang terkumpul 2,5 ton. Jumlah sampah daur ulang 2,3 ton. Jumlah residu sampah 1,9 ton. Sehingga pengurangan sampah di Kota Bandung telah tercapai 70,14 persen.
"Namun, kita masih menghadapi beberapa kendala. Kota Bandung hanya tersisa 127 ritase. Padahal kita butuh 7.000 rit. Kedua, sampah pasar paling dominan. Persoalannya luar biasa. Kalau kinerja sampah pasar tidak berubah, kita akan terjebak," ungkapnya.
Maka perlu adanya penjagaan di setiap TPS. Ia mengatakan, masyarakat boleh membuang sampah ke TPS, tapi itu benar-benar hanya residu.
"Kita juga perlu reduksi perilaku masyarakat yang buang sampah di jalan," imbuhnya.
Salah Satu Tim Ahli Darurat Sampah, Andi KR Garna menyatakan, perlu adanya unsur paksaan yang membuat seluruh elemen masyarakat patuh terhadap penegakan hukum yang berlaku mengenai sampah.
Salah satu caranya dengan menjadikan para penegak hukum sebagai observer dalam sistem BWM nanti.
"Di dalam aplikasi yang sudah ada, tambah sebagai observer sekaligus juga memverifikasi terhadap laporan yang ada,"katanya. (rdp*)