Investor Pasar Modal Dilindungi SIPF 

Diterbitkan

Rabu, 10 Juli 2024

Penulis

Rep No

|

Rep No

775 kali

Berita ini dilihat

0 kali

Berita ini dibagikan

PORTALJABAR, KOTA BANDUNG -   Jika kita bertransaksi di pasar tradisional, maka kita akan membawa uang sendiri untuk langsung dibelanjakan barang-barang yang ada di pasar. Setelah itu, kita akan membawa serta menyimpan barang yang dibeli secara langsung. Bandingkan jika kita bertransaksi di pasar modal.  

Saat hendak bertransaksi di pasar modal, menjadi investor saham harus mendepositkan dananya di bank pembayar. Sementara saham yang dibeli akan disimpan di bank kustodian atau perusahaan sekuritas. Begitu pun jika mau menjual saham, maka investor akan mengambil data saham miliknya yang ada di bank kustodian untuk ditransaksikan.

Untuk menjaga investasi yang ada di bank kustodian hilang atau disalahgunakan oknum, maka pasar modal Indonesia menghadirkan sebuah lembaga yang disebut Indonesia Securities Indonesian Protection Fund (SIPF) berupa Lembaga Perlindungan Investor Indonesia.

Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jawa Barat Achmad Dirgantara mengatakan, salah satu tahapan investasi yang mendapatkan perlindungan SIPF adalah ketika investor menitipkan efeknya kepada kustodian. Ketergantungan investor kepada bank kustodian yang mewakilinya dalam menyimpan aset di pasar modal tentu membutuhkan perlindungan.

"Bisa saja oknum kustodian menggunakan aset tersebut tanpa sepengetahuan investor. SIPF mengelola Dana Perlindungan Pemodal (DPP) yang akan dibayarkan jika terjadi klaim atas risiko kehilangan aset yang ada di kustodian," ucap Achmad, Senin (8/7/2024).

Menurut Achmad, Perusahaan atau lembaga efek dapat mendaftar untuk menjadi anggota dari DPP. Syaratnya adalah mereka memiliki kewenangan untuk melakukan pencatatan, penyimpanan, transfer, menggunakan, maupun melaporkan transaksi aset investor dalam rangka aktivitas transaksi untuk kepentingan investor. 

"Perusahaan efek juga dapat menggunakan efek tersebut untuk kepentingan perusahaan atau pegawai, yang dikategorikan sebagai fraud (penipuan)," kata Achmad.

Oleh karena menurut Achmad, Indonesia SIPF melalui program DPP hadir untuk menjadi sebuah lembaga perlindungan dalam mengatasi masalah investasi yang hilang akibat adanya penipuan, sehingga memberikan rasa aman dan nyaman bagi para investor dalam berinvestasi di pasar modal Indonesia.

"Investor yang berhak mendapat perlindungan DPP harus memenuhi persyaratan, yaitu menitipkan asetnya dan memiliki rekening efek pada kustodian. Investor harus dibukakan Sub Rekening Efek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian oleh Kustodian dan memiliki nomor tunggal identitas pemodal (single investor identification/SID) dari Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, yaitu PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)," tuturnya.

DPP tidak berlaku bagi investor yang terlibat atau menjadi penyebab hilangnya aset investor lain. Selain itu, DPP tidak berlaku juga bagi investor yang merupakan pemegang saham pengendali, direktur, komisaris, atau pejabat satu tingkat di bawah direktur custodian, dan atau merupakan afiliasi dari pihak-pihak yang disebutkan sebelumnya. 

Cakupan perlindungan SIPF mencakup unauthorized transfer atau fraud oleh kustodian, seperti melakukan pencatatan, penyimpanan, mentransfer, menggunakan, hingga melaporkan transaksi aset pemodal tanpa sepengetahuan pemilik modal. Sebaliknya, risiko-risiko seperti penurunan harga/nilai instrumen investasi, likuiditas instrumen investasi, delisting emiten, kehilangan warkat, gagal bayar instrumen investasi termasuk akibat repo, tidak dilindungi oleh Indonesia SIPF. 

Per bulan Mei 2024, total dana perlindungan yang ada di SIPF berjumlah sekitar Rp312 miliar. Dana perlindungan ini digunakan untuk melindungi total efek yang tercatat sebanyak Rp7,841 triliun.  Ada 120 perusahaan yang menjadi anggota SIPF, yang terdiri dari 80 persen perusahaan efek dan 20 persen bank kustodian. Sementara jumlah SID yang tercatat sebanyak 8,71 juta investor. SIPF memberikan batas maksimal ganti rugi aset pemodal yang dapat dibayarkan sebesar Rp 200 juta per investor dan Rp 100 miliar per kustodian. (Parno)

Editor: Revo

Berita Terkait