PORTALJABAR, KOTA BANDUNG - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus menggandeng sejumlah elemen, termasuk masyarakat Tionghoa. Selain membahas mengenai pengolahan sampah, kolaborasi juga dijajaki dalam membangun trotoar tematik.
Hal tersebut disampaikan Pj Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono saat berdiskusi bersama Komunitas Tionghoa di Balai Kota Bandung, Jumat (24/11/2023).
“Kita harus saling melengkapi untuk membangun Bandung yang sangat heterogen. Kita ingin membuat trotoar tematik dan membenahi lingkungan sampah bersama Komunitas Tionghoa. Butuh kolaborasi dengan masyarakat kelenteng di sana untuk beberapa wilayah yang tidak bisa diintervensi Pemkot,” katanya.
Bambang mengatakan, rencana trotoar tematik di Jalan Kelenteng diwujudkan pada awal tahun 2024. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu ditata dengan matang, seperti penataan PKL dan kantong-kantong parkir.
"PKL ini akan kita tata dengan solusi terbaik, jangan sampai diusir begitu saja. Kita perlu kerja bersama-sama. Kita juga perlu menyiapkan kantong-kantong parkir yang tepat agar tidak terjadi kekumuhan akibat parkir liar. Supaya tujuan wisata ke Jalan Klenteng ini bisa membuat nyaman siapa pun yang ada di sana," ucapnya.
Termasuk inovasi pengolahan sampah yang sempat dijelaskan Komunitas Tionghoa dan Duta Kampung Toleransi. Bambang menyambut dengan antusias inovasi tersebut.
“Ternyata Komunitas Tionghoa dan Kampung Toleransi juga sudah sering berdiskusi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) mengenai inovasi ini. Terima kasih, inovasi yang diberikan membuat saya optimis kita bisa menyelesaikan permasalah sampah dengan cepat,” ujarnya.
Sementara itu, terkait trotoar tematik di Jalan Kelenteng, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Bandung Didi Ruswandi mengatakan, penataan trotoar di Jalan Kelenteng akan bertemakan aksen oriental.
“Ada tiang-tiang PJU yang memberikan aksen lebih kuat. Mudah-mudah dalam beberapa hari ke depan PJU tema oriental akan dipasang,” katanya.
Selain trotoar dan PJU, pihaknya juga merekomendasikan agar toko-toko di sekitar Jalan Kelenteng dibuat dengan nuansa seragam.
"Nanti kalau bisa, di toko-toko itu plang namanya pakai bahasa Mandarin, tulisan latinnya, dan bahasa Indonesia. Jadi suasana oriental di sana akan lebih terasa. Tapi ini akan kita diskusikan dulu bersama para pemilik toko," ucapnya.
Menanggapi masalah sampah, Pengelola Sampah Kampung Toleransi Yaya Suhaya menjelaskan, inovasi mesin Nawasena yang bisa mengolah baik sampah residu organik maupun anorganik.
"Jadi nanti kita pisahkan bahan yang bisa merusak pisau seperti batu kaca. Kemudian yang lainnya kita bisa cacah dengan dicampur adictiv. Pembakaran akan mencapai 1.000 derajat lebih," ujarnya.
Ia melanjutkan, ada bahan pelekat dari singkong untuk membuat recahan sampah menjadi lebih padat untuk diolah. Selain itu, bisa juga menggunakan aci BS yang harganya sangat miring, sekitar Rp3.000-Rp3.500.
Setelah itu, hasil olahan sampah dicetak menjadi briket. Dengan briket sampah ini bisa mendidihkan air hanya 3 menit.
"Satgas Citarum dan Jatiluhur sudah menggunakan mesin ini. Hasil briketnya di Jatiluhur dipakai oleh pabrik tahu. Sekarang kita di RW 2 Kelurahan Isola sedang uji coba alat ini," katanya.
Sampai saat ini, sudah ada beberapa daerah lain yang menggunakan mesin pengolah sampah tersebut, seperti Indramayu yang memesan 6 set.
Selain mesin pengolah sampah residu, Yaya juga memaparkan mesin kompor Biomas untuk memanfaatkan sampah kayu dan daun menjadi bahan bakar. Ia mengatakan, pabrik di Indramayu dan lainnya jadi sudah banyak menggunakan kompor tersebut. (Diskominfo Kota Bandung/UPI)