PORTALJABAR, KOTA BANDUNG - Model inovasi sosial yang dinilai mampu menjadi solusi untuk mendorong pembangunan perdesaan di Indonesia. Model ini menuntun pengembangan perdesaan berdasarkan potensi yang dimiliki.
Demikian hasil penelitian Ketua Ikatan Wartawan Ekonomi Bisnis (IWEB) Yulistyne Kasumaningrum pada sidang terbuka kandidat doktor Ekonomi dan Bisnis (FEB) Fakultas Universitas Padjadjaran (Unpad) di Aula MM FEB Unpad, Kota Bandung, Senin (12/2/2024) .
Riset Yulistyne yang akrab disapa Tine mengangkat penelitian berjudul “Model Inovasi Sosial Untuk Pembangunan Perdesaan-(Studi Kasus Badan Usaha Milik Desa di Jawa Barat)”. Riset dipromotori oleh Prof. Yudi Azis sebagai ketua, serta tim promotor Dr. Kurniawan Saefullah dan Dr. Adiatma Yudistira M. Siregar.
Yulistyne mengatakan, desa mempunyai peranan penting dalam mendorong kemajuan Indonesia dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Namun, desa masih dihadapkan pada berbagai tantangan klasik, termasuk kemiskinan dan kesenjangan yang luas, serta kurang optimalnya pemanfaatan potensi sumber daya alam.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), imbuhnya, dapat menjadi aktor potensial dalam mengakselerasi pembangunan desa. Meskipun demikian, peran BUMDes, khususnya di Jawa Barat, masih dirasa belum optimal.
“Hasil penelitian ini menyoroti pentingnya inovasi sosial sebagai faktor kunci dalam pembangunan perdesaan, yaitu dengan memanfaatkan strategi neo-endogen untuk menghasilkan nilai ekonomi sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat,” katanya.
Inovasi sosial, menurutnya, merupakan kegiatan, praktik, dan pendekatan yang membantu masyarakat mencapai tujuan yang sebelumnya tidak terpenuhi atau tidak terealisasi. Inovasi sosial lebih ditekankan pada pemanfaatan potensi yang ada termasuk permasalahan yang dihadapi masyarakat, tanpa harus meniru pengembangan perdesaan daerah lainnya.
Menurut Tine, untuk menggunakan model inovasi sosial, perlu didukung beberapa faktor. Diantaranya kolaborasi lintas sektor dan kepemimpinan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi sosial mampu meningkatkan kinerja BUMDes, memperkuat kolaborasi lintas sektor, dan kepemimpinan. Namun, masih terdapat tantangan seperti terjadinya penurunan modal sosial dan pembatasan dalam pemanfaatan TIK di daerah perdesaan.
“Inovasi sosial di pedesaan erat dengan konteks lokalitas. Perdesaan Indonesia kaya akan keragaman geografis budaya dan pengetahuan lokal,” ucapnya.
Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini merekomendasikan dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa dalam meningkatkan kinerja BUMDes melalui fasilitasi permodalan, pendampingan teknis, dan pengembangan kepemimpinan.
Selain itu, dukungan dari sejarawan dan industri juga diperlukan untuk mengoptimalkan potensi lokal dan meningkatkan kinerja BUMDes.
Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memberikan wawasan baru dalam ranah akademik, tetapi juga memberikan rekomendasi praktis untuk mendorong pembangunan perdesaan melalui inovasi sosial dan kinerja BUMDes.
“BUMDes Kinerja dapat ditingkatkan dengan memerhatikan kinerja ekonomi melalui penambahan unit usaha ataupun inisiatif pemanfaatan potensi lokal yang belum dieksplorasi,” ujar Tine.
Sedangkan peningkatan kinerja non ekonomi, imbuh Tine, dapat dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan yang ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat, misalnya mengadakan pelayanan kesehatan gratis, pelatihan pengelolaan keuangan dan perpajakan, pelatihan mengenai pola tanam, teknologi pascapanen.
Ketua Promotor Prof. Yudi Azis mengatakan, penelitian ini pun merupakan bagian dari upaya berkontribusi memecahkan masalah sosial. Khususnya dalam kaitan perdesaan, melalui ilmu manajemen inovasi untuk menghasilkan teori dan pengetahuan mengenai inovasi sosial.
“Temuan yang dihasilkan, selain memberikan wawasan baru dalam ranah akademik mengenai inovasi sosial juga diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam mendorong pengembangan BUMDes dan percepatan perekonomian desa,” ujarnya.(no/rdp*)