Transformasi Pertanian Jawa Barat Melalui Petani Milenial

Diterbitkan

Selasa, 24 Mei 2022

Penulis

admin

|

admin

1,9 rb kali

Berita ini dilihat

0 kali

Berita ini dibagikan

BANDUNG  - Merayakan Hari Statistik Nasional 2021, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat menggelar Webinar dengan mengambil tema “Transformasi Pertanian Jawa Barat Bersama Petani Milenial yang Inovatif dan Kekinian; Peluang dan Tantangan ”.

Webinar ini menghadirkan narasumber,  Prof. Dr. Muhamad Firdaus, S.P,M.Si (Guru Besar Institut Pertanian Bogor),  Entang Sastraatmadja  (Ketua Harian HKTI Provinsi Jawa Barat), dan Sandi Okta Susila (Petani milenial) serta dihadiri Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum. 

Dyah Anugrah Kuswardani, Kepala BPS Provinsi Jawa Barat mengatakan meski dikenal sebagai negara agraris namun jumlah petani di Indonesia, angkanya terus menurun. 

"Berdasarkan data Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Agustus 2020,  proporsi petani Jawa Barat paling banyak berada pada kelompok umur 45-49 tahun, yaitu sebanyak 36,30 persen," ujarnya, Kamis (7/10/2021).

Sementara, petani berusia 30-44 tahun  hanya 24,06 persen.  Apalagi jika dilihat menurut tingkat pendidikan, ternyata dari seluruh tenaga kerja di sektor pertanian tersebut, 81,32% nya berpendidikan setara SD ke bawah. Krisis petani muda merupakan satu persoalan dari sekian banyak persoalan di sektor pertanian. 

Melansir penelitian dari LIPI tahun 2019, menurunnya minat pemuda terhadap petani disebabkan karena generasi muda melihat profesi petani tidak menguntungkan dan tidak membanggakan. Pemuda desa lebih tertarik mencari pekerjaan di kota dan tidak kembali lagi ke desa.  Sehingga lahan-lahan pertanian di perdesaan kehilangan tenaga kerja muda, yang tersisa adalah petani dengan penduduk yang semakin menua. 

Masalah penuaan usia petani patut menjadi perhatian semua pihak. Jika kegiatan produksi pertanian hanya dilakukan oleh generasi tua, maka perlahan tapi pasti, jumlah petani akan semakin berkurang dari tahun ke tahun. Akibatnya produksi pertanian juga akan ikut menurun, dan selanjutnya sangat dimungkinkan akan terjadi ketidak-seimbangan antara ketersediaan produksi dengan kebutuhan konsumsi.

Semakin menyusutnya jumlah petani yang produktif tidak saja mempengaruhi aspek ekonomi, tetapi juga bisa menimbulkan isu lingkungan. Lahan-lahan pertanian yang terlantar karena tidak ada lagi yang menggarap bisa berubah fungsi menjadi lahan perumahan, industri, dan infrastruktur lainnya. Sehingga lahan-lahan pertanian akan semakin menyusut dan muncullah permasalahan ketidakseimbangan lingkungan. 

"Dengan daya dukung teknologi dan kemampuan berinovasi, masih ada harapan buat kita menyelamatkan katahanan pangan Indonesia, dan Jawa Barat pada khususnya. Para generasi milenial perlu membuka matanya bahwa banyak contoh sukses para pelaku bisnis di sektor pertanian," tuturnya.  (Rep.guh)

Editor: admin

Berita Terkait